Tari Gantar

Tari Gantar – merupakan salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Timur. Lebih tepatnya ada adalah tarian pergaulan muda-mudi oleh Suku Dayak Tunjung yang berada di Kabupaten Kutai Barat. Tarian ini mewakili ungkapan kegembiraan serta keramah-tamahan mereka dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau orang-orang yang penting.

Suasana keakraban semakin terlihat ketika para penari ada yang mengajak tamunya untuk ikut menari. Nah, terus bagiamanakah sejarah, gerakan, dan properti tarian ini?

Pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan semua informasi tentang tarian gantar ini untuk kalian semua, mulai dari sejarah, mitosnya, gerakan, kostum beserta propertinya. Memang menarik jika membicarakan kebudayaan yang ada di negara kita ini sob, sangat banyak sekali dan beragam.

Oke, langsung saja kita masuk ke pembahasan utama kita sob.

Sejarah Tari Gantar

Menurut catatan sejarahnya, tarian ini pada awalnya hanyalah digunakan sebagai tarian di dalam upacara adat. Hal ini dapat Anda lihat dari properti yang digunakan berupa tongkat panjang yang  terbuat dari kayu yang biasanya digunakan untuk melubangi tanah.

Selain itu ada juga properti bambu pendek yang digunakan sebagai tabung benih padi yang siap ditaburkan. Sementara itu, gerakan kaki dalam tarian ini menggambarkan cara menutup lubang tanah pertanian. Para penari gantar juga menari dengan suka cita penuh harap panen yang melimpah.

Disisi lainnya, terdapat salah satu cerita yang menyebutkan bahwa tarian gantar dulunya adalah termasuk jenis tarian sakral. Tarian ini ini dulunya di bawakan oleh gadis-gadis remaja hanya untuk menyambut kepulangan pahlawan dari medan perang.

Dalam tarian ini, tongkat panjang adalah berupa sumpit dengan tambahan hiasan tengkorak kepala musuh yang telah dibunuh oleh para pejuang. Sedangkan bambu kecil hanyalah sebagai peraga untuk mengimbangi gerak tarian.

Tari Gantar dan Legenda Negeri Oteng Doi

Ada cerita sejarah lainnya tentang tarian gantar selain dua versi diatas, yakni adanya sebuah mitos yang mengawali lahirnya Suku Dayak ini. Walaupun hanya sekedar masih mitos, namun kebanyakan masyarakat Suku Dayak Tunjung ataupun Dayak Benuaq dulunya sangat mempercayai mitos ini.

Konon katanya, tarian gantar berawal dari cerita di negeri Dewa Nayu, yakni Negeri Oteng Doi atau negeri Dewa Langit, yang telah diyakini sebagai tempat Dewa Nirwana. Terdapatlah sebuah keluarga Dewa yang hidup tentram dan damai, yakni keluarga Oling Besi Oling Bayatn bersama istri dan kedua putrinya, Dewi Ruda dan Dewi Bela.

Kehidupan keluarga ini sangatlah damai, setidaknya hingga datang seorang dewa yang bernama Dolonong Utak Dolonong Payang yang memiliki niatan buruk. Terjadi pembuhan Oling Besi oleh dewa tersebut, karena ingin menikahi istri dan kedua anak Oling Besi.

Sebab itulah rasa takut menyelimuti keluarga ini, pada akhirnya istri Oling Besi pun bersedia untuk dinikahi, hanya saja kedua anaknya menyimpan dendam kepada Dolonong Utak. Dendam ini semakin menjadi-jadi hingga kedua anak tersebut menginjak usia remaja.

Kedua anak tersebut merencanakan niatan ingin membunuh ayah tirinya untuk membalaskan dendam ayah kandungnya

Ketika suatu hari, kedua putri itupun melaksanakan niatannya. Keduanya membunuh Dolonong Utak dengan menggunakan sumpit, ketika ayah tirinya itu sedang beristirahat di balai-balai rumah.

Setelah memastikan ayah tirinya meninggal, keduanya akhirnya bersuka cita dengan menari-nari berdua. Mereka juga diiringi musik dengan mencari sepotong bambu pendek yang diisi biji-bijian. Karena saking bahagianya, mereka menari hingga berhari-hari.

Kemudian, kejadian yang ada di alam dewa tersebut diketahui oleh seorang manusian yang dapat berhubungan dengan alam Dewa yang bernama Kilip.

Akhirnya, ditemuilah kedua dewi tersebut dan berpesan agar kejadian ini tidak diceritakan kepada dewa-dewa lainnya di negeri Oteng Dot. Kilip pun menyetujui dengan syarat mereka harus mengajarkan tarian suka cita mereka itu. Tanpa berfikir panjang, kedua dewi tersebut pun menyetujui dan mengajarkannya.

Dari pertemuannya dengan dua dewi (puteri) tersebut, maka Kilip mendapatkan satu bentuk tarian sakral yang dalam prakteknya menggunakan properti berupa tongkat panjang danm sepotong bambu. Nama tarian ini pun berasal dari properti yang digunakan dalam tarian ini, yakni gantar yang berarti tongkat.

Jenis Dan Gerakan Tari Gantar

Gerakan di dalam tarian gantar sendiri sering kali dapat dilihat di berbagai acara yang mengalami berbagai proses penggarapan yang membuatnya tetap terlihat menarik. Gerakan yang ada di dalam tarian ini masih didominasi oleh gerakan kaki.

Gerakan tarian gantar sendiri dibagi menjadi tiga macam, antara lain:

  • Gantar rayat

Jenis gerakan yang terdapat di dalam tarian gantar yang satu ini hanya menggunakan satu tongkat. Bagian ujung tongkat ini diikat atau digantung tengkorak manusia yang dibungkus dengan kain merah serta dihias dengan Ibus.

Pada bagian pinggang para penari terdapat mandau atau parang khas Suku Dayak. Mereka akan membawakan tarian ini dengan cara berkeliling sambil bernyanyi (gurindam). Saat penari tidak memegang tongkat, mereka akan mengelawai atau melambaikan tangan mengikuti irama.

  • Gantar Busai

Pada tarain gantar jenis ini para penari akan membawa sepotong bambu berisi biji-bijian di tangan kanan. Sementara tangan kirinya tidak membawa apa-apa, namun dilambaikan dengan mengikuti irama.

Properti bambu yang dibawa penari berukuran 5- cm dengan diberi dua belas gelang agar bergemerincing ketika dibawa menari. Tarian gantar busai di tarikan dengan cara berkelompok , ada juga yang “Ngolak” atau memberi sambil memupuki dengan pupur basah.

  • Gantar Senak dan Kusak

Tarian gantar ini menggunakan dua properti yakni senak (tongkat) di tangan kiri, dan kusak (bambu berisi biji-bijian) di tangan kanan. Dalam tarian ini, kusak dipengan dengan telapak tangan terlentang dan siku ditekuk.

Dari ketiga jenis tarian gantar diatas, tari gantar senak dan kusak lah yang berkembang hingga saat ini. Perkembangan tersebut termasuk juga dalam variasi gerakan, pola lantai, penggarapan level, serta iringan tari yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Perkembangan tarian ini dihasilkan melewati proses penggarapan (pemadatan dan penggalian), termasuk tidak lepas juga dari pengaruh etnik serta ide dari sang pencipta tarian ini.

Kostum Tari Gantar

Dalam hal kostum para penari wanita dalam tarian gantar umumnya menggunakan atribut yang cukup unik, seperti baju atasan, ta,ah dan hiasan kepala.

Berikut ini penjelasan lengkapnya:

  • Baju Atasan

Para penari gantar biasanya menggunakan baju atasan dengan model blus tanpa lengan dengan tambahan hiasan rumbai-rumbai yang dipasang di pinggir lengannya. Sedangkan untuk bagian leher baju tersebut berbentuk bundar dengan kancing di bagian depan.

Bahan yang digunakan untuk membuat baju ini biasanya adalah  kain tenun ulap polos. Kain tenun ini bisa didapatkan dari Suku Dayak benuaq yang berada di Tunjung isuy.

Jika tidak terdapat kain tersebut, maka penggantinya adalah dengan kebaya panjang ataupun setengah lengan yang terbuat dari kain tenun.

  • Ta’ah

Kostum bawahan yang digunakan para penari gantar adalah ta’ah atau sela, yakni selebar 2 kali lingkar pinggang sang penari tersebut. Kain ini ditambah hiasan dengan uang logam, biasanya juga di setiap pinggirannya di tempelkan kain perca yang berwarna-warni.

Bahan ta’ah dapat berupa kain polos ayaupun kain tenun doyo.

  • Hiasan Kepala

Hiasan kepala pada penari gantar biasanya disebut dengan labung yang disertai ukiran khas serta diikatkan di seputar kepala. Para penari juga menggunakan seraung yang merupakan topi lebar dengan hiasan di bagian atas, serta ditambahkan rumbai-rumbai berjuntai di pinggir topi tersebut.

Properti Tari Gantar

Untuk properti tari gantar sendiri sebenarnya sudah saya sebutkan diatas, namun hanya secara sekilas saja, seperti bambu, tongkat, biji-bijian, dan tengkorak manusia. Untuk penjelasan lengkapnya adalah sebagai berikut:

  • Tongkat Kayu

Seperti yang telah saya sebutkan diatas, bahwa di dalam tarian gantar terdapat tongkat kayu yang sering disebut oleh masyarakat Kalimantan sebagai gantar. Tongkat ini akan digantungkan juga sebuah tengkorak kepala manusia yang dulunya merupakan musuh merek dalam peperangan.

Tongkat yang dihiasi oleh tengkorak manusia tersebut akan dipegang oleh para penari sambil mengikuti irama musik pengiring. Untuk mereka yang tidak memakai properti tongkat, akan melakukan gerakan seirama dengan malambai-lambaikan tang atau bisa juga disebut dengan mengelawai.

  • Tengkorak Manusia

Properti tengkorak manusia digunakan sebagai hiasan tongkat kayu pada tari gantar rayat. Agar tidak terlihat menyeramkan, maka  tengkorak kepala manusia itu dibungkus dengan kain berwarna merah.

Properti satu ini memang sedikit tidak wajar, akan tetapi itu semua sebagai bukti penghormatan kepada pahlawan yang menang dalam peperangan. Properti tongkat berhiaskan tengkorak kepala manusia hanya digunakan pada tari gantar rayat saja.

  • Bambu

Berbeda dengan jenis tari gantar rayat yang tidak menggunakan bambu sebagai propertinya. Pada jenis tari gantar busai justru menggunakan bambu sebagai properti utamanya. Bambu yang digunakan merupakan bambu berongga yang memiliki panjang kira-kira 50cm.

Bambu dihias menggunakan dua belas gelang. Fungsi gelang ini ialah sebagai bunyi-bunyian saat digerakkan. Bambu yang digunakan mempunyai jumlah yang sama dengan sang penari.

  • Biji-Bijian

Properti biji-bijian digunakan pada tarian gantar sebagai bunyi-bunyian pada jenis tari gantar busai maupun gantar senak dan kusak. Untuk jenis biji-bijian yang digunakan juga bervariasi mulai dari kacang-kacangan, beras, dan lain-lain. Biji tersebut akan dimasukkan ke dalam bambu yang kemudian digunakan sebagai salah satu properti tari gantar.

Kesimpulan

Nah, mungkin hanya itu saja informasi yang dapat saya bagikan untuk kalian semua seputar tari gantar yang berasal dari Suku Dayak, Kalimantan Timur. Semoga dengan informasi ini dapat membantu dan menambah pengetahuan Anda semua. Cukup sekian dan salam dari  penulis.

Killua Ibrahim
Killua Ibrahim

“Untuk menjadi seorang yang ahli, kau harus belajar lebih.”