Tari Seblang

Tari Seblang – Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kebudayaan sangat banyak dan beraneka ragam. Rasanya tidak ada habisnya jika menghitung dan mengamati kebudayaan yang ada, diawali dari Sabang hingga Merauke.

Misalnya saja di Pulau Jawa yang sangat banyak kebudayaan yang sangat kental dengan nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai keagamaan. Harusnya kita bangga dong bisa menjadi salah satu dari banyaknya masyarakat Indonesia.

Banyak sekali kebudayaan yang ada di Pulau Jawa, mulai dari rumah adat, kebiasaan sehari-hari, pakaian adat, hingga tariannya. Nah, pada kesempatan kali ini saya akan membagikan sedikit informasi seputar tarian mistis dan unik yang berasal dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur.

Penasaran bukan bagaimana informasinya? Yuk langsung saja kita masuk ke pembahasan utama kita.

Pengertian Tari Seblang

Tari seblang adalah tarian tradisional yang berasal dari salah satu daerah di Jawa Timur, yaitu Banyuwangi. Lebih tepatnya di desa Olehsari dan Bakungan kecamatan Glagah. Tarian ini dipentaskan selama satu tahun satu kali dan menjadi bagian dari upacara adat atau ritual bersih desa Suku Oshing Banyuwangi.

Seblang dianggap sebagai jenis tarian tradisional yang sakral karena ketika menari, penarinya dalam keadaan tidak sadarkan diri atau france. Para penari kerawuhan atau kejiman (kemasukan unsur kekuatan gaib.

Biasanya penarinya adalah puteri keturunan dari penari seblang yang berumur sekitar 10 tahun hingga remaja.

Di dalam proses pementasannya, tarian ini tidaklah menampilkan tema atau cerita dalam susunan gerakannya. Tetapi, melalui susunan gerakan tersebut seperti ada sesuatu yang diungkapkan atau memiliki makna yang hanya bernilai simbolik.

Melalui bentuk fisik dari para penari seblang dapat terlihat ungkapan sifat-sifat seorang wanita yang luwes, kenes, tregel dan cenderung erotis. Suasana seperti ini cukup terlihat terutama pada adegan mundik, ketika penari seblang berpasangan dengan penonton.

Di dalam tarian seblang juga terdapat sejumlah sekaran seperti egol, sapon, celeng, mogok dan doplang. Egolan dan sapon dalam tarian ini lebih ditonjolkan, sedangkan untuk celeng, mogok dan daplong hanya dilakukan pada bagian tertentu yakni ketika gendhing celeng mogok dan sondra dewi.

Sejarah Dan Fungsi Tari Seblang

Tradisi tari seblang adalah tradisi sakral yang ditujukan atau dipercayai untuk kemakmuran masyarakat. Ada cerita yang beredar, bahwa tarian ini merupakan sisa-sisa kebudayaan Agama Hindu.

Dahulunya tarian ini dilakukan disetiap desa di Kabupaten Banyuwangi.

Pada saat sekarang ini, pementasan tarian ini hanya ada di desa Bakungan dan desa Olehsari. Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat antara keduanya, akan tetapi pada dasarnya sama yakni memanggil roh halus untuk menari melalui wadeg seorang perempuan.

Sekitar abad ke-XVI, upacara seblang pernah dipindahkan ke istana oleh seorang bangsawan Blambangan bernama Lokento. Namun tarian seblang yang dilakukan di Pendopo Kadipaten dan dikenal orang dengan nama “Seblang Lokento” kini telah hilang.

Di dalam catatan buku sejarahnya di desa Olehsari, seblang pernah tidak dipentaskan anta tahun 1943 hingga 1956. Pada saat tersebut sering terjadi pegeblug, panen banyak yang gagal dan serangan penyakit terhadap hewan ternak dan manusia yang tak bisa dihindarkan.

Akhirnya pada tahun 1957, tradisi tersebut kembali dilakukan, dan seketika itu suasana kembali normal. Sekitar tahun 1930-an hingga 1970-an, pementasan tari seblang ini tidak menggunakan genjot atau panggung yang terlihat seperti sekarang ini.

Pada waktu tersebut tarian ini dilakukan di atas alas tikar di kebun atau halaman rumah yang dipandang luas ukurannya. Jarak antara penonton dan penari hanya dibatasi oleh kalangan yang berbentuk segi empat yang terbuat dari pohon bambu. Sedangkan untuk penabuh duduk melingkar di tengah kalangan.

Barulah sekitar tahun 1980-an, lokasi tarian ini mulai ditentukan, yaitu disebuah tempat khusus yang merupakan tanah kas desa di Dusun Jagasari. Hingga sekitar tahun 1984 pementasan tarian ini kembali mengalami perubahan dengan menggunakan panggung.

Tarian ini masih tetap ada hingga saat ini hanya didasari oleh rasa tanggung jawab kepada leluhur kesenian tarian ini. Setiap tahunnya, penduduk desa Bakungan dan Olehsari senantiasa bahu-membahu membantu penyelenggaraan tarian ini.

Pemilihan Penari Seblang

Tarian ini sedikit berbeda dengan tarian tradisional lainnya dari segi pemilihan para penari. Para penarinya sendiri dipilih secara supranatural oleh dukun setempat. Selain itu, penarinya juga sengaja dipilih dari keturunan penari seblang  yang sbelumnya, karena dianggap memiliki nilai tersendiri.

Untuk pemilihan penari di desa Olehsari sendiri penarinya haruslah gadis yang belum aqil baligh. Sedangkan di desa Bakungan, penarinya haruslah wanita yang berusia 50 tahun keatas yang telah mati haid.

Iringan Tari Seblang

Tarian seblang biasanya dipentaskan dengan iringan musik ricikan gamelan Jawa berlaras pelog. Sedangkan untuk instrumen musik yang digunakan adalah dua buah kendhang, dua buah saron, demung, kempul, dan gong yang dimainkan oleh lima orang penabuh Gamelan.

Selain dari iringan musik tersebut, tari seblang juga disajikan dengan iringan koor atau tembang. Koor tersebut akan melibatkan beberapa pesinden yang biasanya berjumlah 8 orang. Sinden pada tarian seblang umumnya berusia lanjut sekitar 50 tahun keatas.

Para pemain musik dan pesinden seblang, dalam pementasanya biasanya membawakan 30 gendhing. Jumlah gendhing tersebut mengikat karena dipercayai apabila ada yang terlewatkan akan berakibat tidak baik. Gendhing-gendhing yang dibawakan tersebut antara lain:

  • Seblang Lokenta.
  • Lilira Kantun.
  • Cengkir Gadhing.
  • Padha Nonton Pupuse.
  • Padha Nonton Pedha Sempal.
  • Kembang Menur.
  • Kembang Gadhung.
  • Kembang Pepe.
  • Kembang Dirmo.
  • Layar Kumendhung.
  • Ratu Sebrang.
  • Kebyar-kebyar.
  • Baguse.
  • Sekar Jenang.
  • Ayun-ayun.
  • Tambak.
  • pentung Punjari.
  • Sembung Laras.
  • Ayo Kondur.
  • Kembang Abang.
  • Kembang Waru.
  • Celeng Mogok.
  • Sondra Dewi.
  • Agung-agung.
  • Erang-erang.
  • Gelang Walut.
  • Emping-emping.
  • Upak Gadhung.
  • Lilir Gule.
  • Sampun.

Dari gendhing-gending yang saya sebutkan diatas, seblang lokenta dan layar kumendhung dianggap sebagai gendhing keramat. Dua gendhing tersebut menjadi yang paling berat dilakukan bagi pelaku tari seblang. Dua gendhing tersebut dapat diyakini dapat mendatangkan roh halus sebagai pengusir roh jahat yang mengganggu desa Olehsari.

Prosesi Tari Seblang

Untuk penampilan tarian seblang biasanya akan diawali oleh prosesi upacara yang dilakukan oleh sang dukun desa atau yang disebut sebagai pawang. Para penari akan ditutup kedua matanya oleh ibu-ibu yang berada di belakangnya, serta memegang tempeh (nampan yang terbuat dari anyaman bambu).

Kemudian sang dukun atau pawang tersebut akan mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membacakan mantra. Tujuan dari pembacaan mantra ini adalah untuk membuat sang penari menjadi kesurupan.

Setelah penari sudah mulai kesurupan, maka akan ditandai dengan jatuhnya tempeh bambu yang dipegang tadi, maka pertunjukan pun akan dimulai.

Para penari seblang yang sudah kejiman atau kesurupan, akan menari dengan cara yang mononton, mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang atau dukun dan juga iringan musik. Selain itu, sang penari juga akan menari dengan cara mengelilingi desa.

Setelah beberapa menit, kemudian sang penari seblang akan melempar selendang yang digulung ke arah penonton. Lalu para penonton yang terkena selendang tersebut harus ikut menari bersama di seblang.

Jika orang tersebut menolak, maka si seblang akan mengejarnya hingga ia bersedia menari dengannya.

Kesimpulan

Nah, mungkin hanya itu saja informasi yang dapat saya berikan tentang tarian tradisional seblang yang mangandung unsur mistis dan unik dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Semoga dengan sedikit informasi ini dapat membantu dan menambah pengetahuan kalian semua. Cukup sekian dan salam dari penulis.

Killua Ibrahim
Killua Ibrahim

“Untuk menjadi seorang yang ahli, kau harus belajar lebih.”