Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai

SIPINTAR.NET – Kesultanan Samudra Pasai merupakan salah satu kerajaan Islam yang berada di pesisir pantai utara Sumatera, tepatnya di daerah Lhokseumawe dan Aceh Utara. Kerajaan ini didirikan sekitar tahun 1267 oleh Merah Silu atau yang dikenal dengan Sultan Malik As-Saleh.

Pastinya terdapat beberapa peninggalan yang menjadi bukti pernah berdirinya kerajaan ini di Lhokseumawe yang masih bisa sobat lihat hingga saat ini. Apa saja sih peninggalan dari Kerajaan atau Kesultanan Samudra Pasai ini?

Nah, pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan sedikit penjelasan tentang berbagai peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai untuk sobat semua. Penasaran? Yuk langsung saja kalau begitu kita masuk ke pembahasan utama.

Cakra Donya

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang pertama adalah cakra donya yakni sebuah lonceng yang dianggap masyarakat sekitar keramat. Cakra donya ini adalah lonceng yang berupa mahkota besi yang berbentuk stupa buatan dari Cina sekitar tahun 1406 Masehi.

Peninggalan lonceng ini tingginya mencapai 125 cm dengan lebar 75 cm. Cakra donya ini mempunyai arti poros kereta, yakni lambang-lambang Wishnu, matahari atau cakrawala, sedangkan donya sendiri berarti dunia.

Di bagian luar cakra donta ada sebuah hiasan dan juga simbol-simbol berbentuk aksara Arab dan Cina. Namun hiasan aksara Arabnya sudah tidak bisa dibaca lagi, sebab telah mulai rusak atau aus karena berhubungan dengan usianya yang sudah lama.

Sementara untuk aksara Cinanya bertulisakan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa uang telah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke-5). Jadi, cakra donya ini merupaka sebuah lonceng peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai yang berasal dari luar negeri (impor).

Cakra donya sendiri adalah sebuah hadiah dari kekaisaran Cina untuk Sultan Samudra Pasai yang sedang memerintah pada masa itu. Selanjutnya lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh sejak portugis berhasil dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.

Dirham

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai selanjutnya adalah berupa dirham, yakni semacam uang logam yang terbuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas berdiameter 10 mm dan lebar 0,6 gram. Uang dirham ini dicetak menjadi 2 jenis, yaitu satu dirham dan setengah dirmah.

Di satu sisi dirham atau mata uang emas itu tercetak tulisan Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan sisi lainnya tercetak tulisan nama Al-Sultan Al-Adil, serta dirham ini banyak digunakan sebagai alat transaksi terutama tanah.

Kebiasaan mencetak uang dirmah emas kemudian menyebar ke seluruh Sumatera, bahkan hingga ke semenanjung Malaka semenjak Aceh menaklukkan Pasai sekitar tahun 1524.

Stempel Kerajaan

Peninggalan stempel ini banyak yang menduga milik Sultan Malikul Zahir yang merupakan Sultan kedua dari Kerajaan Samudra Pasai. Pendapat ini di ungkapkan oleh tim peneliti sejarah kerajaan Islam, dan stempel ini ditemukan di Desa Kuta Krueg, Samudera, Aceh Utara.

Stempel Kerajaan Samudra Pasai ini memiliki ukuran 2 x 1 cm yang diperkirakan dibuat dari bahan sejenis tanduk hewan. Untuk kondisi stempel pada saat ditemukan telah patah di bagian gagangnya.

Muncul berbagai pendapat yang mengatakan bahwa stempel ini telah digunakan hingga masa pemerintahan terakhir Kerajaan Samudra Pasai, yaitu Sultan Zainal Abidin.

Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Naskah surat Sultan Zainal Abidin adalah sebuah surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abdidin sebelum beliau wafat pada tahun 1518 Masehi atau sekitar 923 Hijriah. Surat ini diperuntukkan kepada Kapitan Moran yang bertindak atas nama wakil Raja Portugis di India.

Surat ini dituliskan memakai bahasa Arab yang isinya menjelaskan tentang keadaan Kesultanan Samudra Pasai pada abad ke-16. Selain itu, surat ini juga menggambarkan tentang keadaan terakhir yang dialami oleh Kerajaan Samudra Pasai setelah mendapatkan serangan dari bangsa Portugis yang sekitar tahun 1511 Masehi.

Nama-nama kerajaan yang mempunyai hubungan baik dengan Kesultanan Samudra Pasai juga ditulis di dalam naskah ini. Oleh sebab itu, bisa diketahui pengejaan dan nama-nama kerajaan atau negeri tersebut. Untuk kerajaan yang tertulis di dalam naskah tersebut antara lain Negeri Mulawat (Malaka) dan Fariyaman (Pariyaman).

Makam Ratu Nahrassiyah

Nisan Ratu Nahrassiyah berada di Desa Meunasah Kuta Krueng, Kecamatan Samudra, serta memuat silsilah dari raja-raja Kerajaan Samudra Pasai. Makam ini merupakan makam muslim terindah di Asia Tenggara yang mempunyai jirat yang tinggi bersatu dengan bagian nisan.

Secara keseluruhannya terbuat dari pualam yang langsung di datangkan dari gujarat.

Pada Makam Ratu Nahrassiyah ini terdapat hiasan ayat-ayat suci Al-Qur’an berupa kaligrafi Surat Yasin lengkap yang terpahat di bagian batu nisannya. Selain itu, ada juga pahatan ayat kursi, surat Ali Imran ayat 18-19, surat Al-Baqarah dan sebuah tulisan dalam aksara Arab.

Menurut Dahlia (2004) dalam (Asmanidar’ 2016: 411), memiliki arti sebagai berikut:

“Inilah makam yang bercahaya, yang suci, ratu yang agung yang diampuni. Almarhumah Nahrassiyah yang digelair dari bangsa Khadiyu anak Sultan Haidar bin Said anak Sultan Zainal Abdidin anak Sultan Ahmad anak Sultan Muhammad bin Malik As-Saleh, atas mereka rahmat dan ampunan, mangkat pada hari senin 17 Dzulhijjah tahun 832 atau 1428 Masehi”.

Nisan Sultan Malik As-Saleh

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai selanjutnya adalah nisan Sultan Malik As-Saleh yang memiliki bentuk segiempat pipih bersayap dengan bagian puncak ada mahkota dua tingkat. Setiap nisan terdapat panil di bagian depan dan belakang dengan pahatan kaligrafi tulisan Arab. Sementara di bagian puncaknya terdapat bingkai oval dengan pahatan kaligrafi Arab.

Jika diterjemahkan secara keseluruhan, tulisan yang ada di nisan Sultan Malik As-Saleh sebagai berikut:

“Ini kuburan merupakan kepunyaan almarhum hamba yang dihormati, yang diampuni, yang taqwa, yang menjadi penasehat, yang terkena;, yang berketurunan, yang muliam yang kuat beribadah, penakluk, yang bergelar dengan Sultan Malik As-Saleh. Wafat di bulan Ramadhan tahun 696 Hijriah atau 1297 Masehi.”

Pada bagian sampingnya terdapat juga syair Arab yang berarti sebagai berikut:

  • Sungguh, dunia itu ibarat (rumah) sarang yang ditenun oleh laba-laba.
  • Hidup (umur) hanya sekejap, siapapun akan mati.
  • Sungguh dunia yang fana ini, dunia tidak kekal.
  • Cukup sudah bagimu dunia ini wahai pencari makan.

Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)

Peninggalan selanjutnya dari Kerajaan Samudra Pasai adalah makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah) yang terletak di Gampong Meunje Tujoh Kaca Matangkuli. Makam ini mempunyai batu nisan yang terdapat kaligrafi dalam bahasa kawi juga Arab.

Perlu sobat ketahui, bahwa Ratu Al-Aqla adalah putri dari Sultan Muhammad Malikul Dhahir.

Makam Sultan Malik Az-Zahir

Peninggalan lain berupa makam adalah Makamnya Sultan Malik Az-Zahir, yakni putra dari Sultan Malik As-Saleh yang memimpin Kerajaan atau Kesultanan Samudra Pasai mulai tahun 1287 hingga 1326 Masehi. Makam ini terletak bersebelahan dengan makam Sultan Malik As-Saleh.

Makam Teungku Peuet Ploh Peuet

Makam Teungku Peuet Ploh Peuet yang berada di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudra. Pada bagian batu nisannya terdapat tulisan kaligrafi berupa surat Ali Imran ayat ke-18. Di dalam lingkungan makam yang sama, ada sekitar 44 makam ulama Samudra Pasai yang terbunuh akibat menentang adanya perkawinan antar raja dan putri kandung mereka.

Makam Teungku Sidi Abdullah Tajuh Nilah

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang terakhir adalah makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah. Beliau merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir dari dinasti Abbasiyah yang pernah menjabat menjadi Menteri Keuangan di Samudra Pasai.

Makam ini terletak di Gampng Kuta Krueung yang batu nisannya terbuat dari batu marmer yang dihiasi dengan tulisan kaligrafi.


Nah, mungkin hanya itu saja ya sob informasi yang dapat saya berikan tentang berbagai peninggalan Kerajaan Samudra Pasai. Semoga dengan informasi yang sedikit ini bisa membantu dan juga menambah pengetahuan serta wawasan Anda.

Killua Ibrahim
Killua Ibrahim

“Untuk menjadi seorang yang ahli, kau harus belajar lebih.”