Sejarah Kerajaan Pajajaran

SIPINTAR.NET – Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda adalah Kerajaan Hindu yang terletak di Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah kota. Pasti ketika kalian mendengar kata Pajajaran, yang terlintas adalah cerita kesaktian Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja. Memang benar Kerajaan Pajajaran berada di puncak kejayaannya ketika pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja).

Pada kesempatan ini, akan saya jelaskan secara lengkap mengenai sejarah Kerajaan Pajajaran secara lengkap. Tidak ketinggalan juga bagaimana kondisi masyarakat dan peninggalannya kerajaan ini.

Oke langsung saja masuk pada pembahasan kita.

Sejarah Kerajaan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Pajajaran memiliki catatan yang sangat panjang. Dilihat dari letak geografisnya, Kerajaan Pajajaran berada di Parahyang Sunda dan Pakuan menjadi ibukota Sunda telah tercatat oleh Tom Peres tahun 1513 Masehi dalam The Suma Oriental.

Dalam riwayat ini dituliskan, jika ibukota Kerajaan Sunda memiliki sebutan Dayo atau Dayeuh. Untuk menuju ke tempat ini diperlukan waktu dua hari perjalanan dari Kalapa yang sekarang menjadi Jakarta.

Sebelum Kerajaan Pajajaran didirikan, sebelumnya telah berdiri dulu berbagai kerajaan misalnya, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, serta Kerajaan Kawali. Berdirinya Kerajaan Pajajaran tidak bisa dilepaskan dari peran kerajaan-kerajaan tersebut, sebab Pajajaran merupakan kerajaan lanjutan dari berbagai kerajaan tersebut.

Dalam catatan sejarah Kerajaan Pajajaran disebutkan bahwa pada akhir tahun 1400-an, Majapahit kondisinya semakin lemah dan pemberontakan serta perebutan kekuasaan antar saudara terjadi berulang kali. Ketika jatuhnya Prabu Kertabumi (Brawijaya V), para pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit mengungsi menuju ibukota Kerajaan Galuh dan juga Kerajaan Kawali.

Raden Baribin yang merupakan saudara Prabu Kertabumi pun di terima dengan tangan terbuka oleh Raja Dewa Niskala. Raden Baribin juga menikah dengan Ratna Ayu Kirana yang merupakan salah satu putri Raja Dewa Niskala.

Raja Niskala juga menikah dengan salah seorang dari keluarga pengungsi rombongan Raden Baribin tersebut.

Raja Dewa Niskala dianggap telah melanggar aturan yang sudah ada sejak Peristiwa BubatAturan tersebut berisi, jika orang Sunda-Galuh tidak boleh dan dilarang menikah dengan orang yang berasal dari keturunan Majapahit.

Pada saat itu peperangan hampir saja terjadi dari dua raja yang merupakan besan tersebut.

Kedua raja ini sudah menjadi besan, sebab Jayadewata merupakan putra dari Raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja Susuktunggal. Peperangan tersebut berhasil digagalkan karena dewan penasehat berhasil mendamaikan kedua raja tersebut dengan keputusan akhir.

Keputusannya berbunyi, jika kedua Raja tersebut harus turun dari tahta mereka dan mereka berdua menyerahkan tahta mereka pada putra mahkota yang sudah dipilih. Kemudian, Raja Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, sebagai penerus kekuasaan, sedangkan Prabu Susuktunggal juga memilih orang yang sama sehingga akhirnya Jayadewata mempersatukan kedua kerajaan tersebut.

Prabu Jayadewata lalu diberi gelar Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, dan mulai memerintah Kerajaan Pajajaran di tahun 1482

Raja-Raja Kerajaan Pajajaran

Setelah mengetahui sejarah Kerajaan Pajajaran secara singkat, pasti kurang lengkap jika tidak mengetahui juga silsilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Pajajaran. Berikut ini daftar nama raja yang berkuasa di Kerajaan Pajajaran :

  • Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang).
  • Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan.
  • Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan.
  • Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
  • Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan sebab serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf.
  • Raga Mulya (1567 – 1579), disebut juga sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang Maharaja Jayabhupati (Haji-Ri-Sunda).
  • Rahyang Niskala Wastu Kencana.
  • Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana).
  • Hyang Wuni Sora.
  • Ratu Samian (Prabu Surawisesa).
  • Prabu Ratu Dewata.

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Pajajaran

Berikut ini berbagai kondisi ekonomi dan sosial dari Kerajaan Pajajaran.

1. Kondisi Ekonomi

Masyarakat pada masa Kerajaan Pajajaran hidup dengan cara bercocok tanam. Khususnya menggarap ladang  yang menghasilkan beras, buah-buahan, sayuran serta lada dan juga mengembangkan di bidang pelayaran serta perdagangan.

Kerajaan Pajajaran juga memiliki 6 pelabuhan penting yaitu, Sunda Kelapa [Jakarta], Pontang, Tamgara, Pelabuhan BantenCigede dan  Cimanuk [Pamanukan].

2. Kondisi Sosial

Kehidupan masyarakat Kerajaan Pajajaran dalam bidang sosial merupakan para seniman.  Seperti penari, pemain gamelan serta badut dan juga golongan petani serta perdagangan.

Sedangkan untuk golongan masyarakat yang tidak baik adalah tukang rampas, copet, perampok dan pencuri.

3. Kondisi Budaya

Agama Kerajaan Pajajaran secara resmi mayoritasnya adalah Hindu, sehingga praktik hidup keseharian sangat kental dengan ritual keagamaan Hindu.

Peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda serta kitab cerita Kidung Sundayana. Terdapat juga berbagai prasasti ditemukan yang tersebar di berbagai wilayah kekuasaan kerajaan.

Berbagai prasasti tersebut misalnya, Prasasti Batu Tulis di Bogor, Prasasti Sangyang di Tapak, Sukabumi, Prasasti Kawali di Ciamis, Prasasti Rakan Juru Pangambat, Prasasti Horren, Prasasti Astanagede, Tugu perjanjian dengan Portugis (padraõ) di Kampung Tugu, Jakarta, dan Taman perburuan yang kini menjadi Kebun Raya Bogor.

Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran

Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya. Hal ini sebab alasan sering dikatakan masyarakat Jawa Barat, jika Sri Baduga (Prabu Siliwangi) adalah seorang raja yang tidak pernah purna dan selalu hidup abadi di hati serta pikiran para masyarakat Jawa Barat.

Sri Baduga Maharaja tersebut membangun sebuah karya besar yakni talaga dengan ukuran besar bernama Maharena Wijaya. Juga membuat jalan untuk menuju ke Ibukota Pakuan serta Wanagiri.

Ia juga melakukan penguatan dalam sistem pertahanan ibukota  serta memberikan Desa Perdikan untuk semua pendeta beserta pengikutnya sehingga bisa menyemangati kegiatan beragama dan dijadikan penuntun kehidupan para rakyat.

Sri Baduga Maharaja juga kemudian membangun Kabinihajian atau kaputren, kesatriaan atau asrama prajurit. Ia juga menambah kekuatan angkatan perang serta mengatur untuk pemungutan upeti dari para raja dibawahnya dan juga menyusun undang-undang kerajaan.

Dalam segi pembangunan juga dapat dilihat dalam prasasti Kabantenan dan juga Batutulis. Prasasti tersebut mengisahkan Juru Pantun dan juga penulis Babad. Prasasti ini masih bisa dilihat hingga sekarang, sementara sebagian lagi sudah hilang.

Runtuhnya Kerajaan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Pajajaran mengalami kehancuran pada tahun 1579 karena serangan Kerajaan Sunda lain yakni Kesultanan Banten. Pemerintahan Pajajaran berakhir ditandai dengan dibawanya Palangka Sriman Sriwacana dari Pakuan Pajajaran menuju Keraton Surosowan yang berada di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm tersebut dibawa menuju Banten. Hal ini dilakukan, sebab tradisi politik membuat Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan Raja yang baru. Hal ini juga menjadi pertanda jika Maulana Yusuf merupakan penerus dari Kerajaan Sunda yang sah sebab buyut perempuannya adalah Putri Sri Baduga Maharaja.

Singgasana Palangka Sriman Sriwacana ini dapat dilihat di depan bekas Keraton Surosowan di daerah Banten.  Masyarakat Banten menyebutnya dengan Watu Gilang yang berarti mengkilap dan memiliki arti yang sama dengan Sriman.

Kerajaan Pajajaran merupakan salah satu bukti sejarah, bahwa alih-alih berperang jalan damai masih dapat ditempuh untuk menyelesaikan pertikaian dua negara. Inilah satu hal yang jarang ditemui, terutama pada masa itu.

Mungkin masih menyisakan trauma akibat peristiwa Bubut, di mana tanah Sunda nyaris porak-poranda akibat serangan Majapahit,. Sebab inilah yang menjadikan mereka memilih jalan yang menghindari terjadinya perang.

Sambutan Raja Galuh untuk para pengungsi Majapahit juga patut diberikan apresiasi. Sangat sedikit orang yang dapat menerima pengungsi dari negara yang pernah melakukan serangan perang ke negaranya. Walaupun dengan alasan apa sebenarnya diterimanya para pengungsi tersebut, tetapi tindakan itu adalah lebih banyak terjadi pada konteks ketimbang praktik.

Berakhirnya masa Kerajaan Pajajaran ini adalah akhir dari kekuasaan Hindu di Parahyangan serta menjadi awal dari masa dinasti Islam. Berdasarkan cerita yang beredar, bahwa sebagian abdi istana menetap di Lebak dan menerapkan cara kehidupan mandala yang ketat.

Saat ini keturunan dari para abdi istana ini adalah yang kita kenal sebagai Suku Baduy.

Peninggalan Kerajaan Pajajaran

Selain memiliki catatan sejarah yang sangat panjang, Kerajaan Pajajaran juga memiliki berbagai peninggalan, antara lain :

  • Prasasti Batutulis

Peninggalan Kerajaan Pajajaran prasasti Bau tulis ini telah diteliti oleh orang-orang Belanda dan juga mulai diteliti pada tahun 1806 di Universitas Leiden Belanda. Para peneliti tersebut adalah Friederich dan Cornelis Marinus Plyte. Plyte inilah seorang peneliti yang banyak mengungkap tentang posisi atau letak dari Kerajaan Pajajaran.

Sedangkan para peneliti lain yang meneliti prasasti Batu tulis ini lebih condong pada pengartian dari tulisan yang ada di dalam prasasti.

  • Prasasti Kebon Kopi II

Prasasti Kebon Kopi II telah berhasil dicuri sekitar pada tahun 1940 yang lalu serta lokasi penemuannya dekat dengan prasasti Kebon Kopi I. Bahasa yang digunakan dalam prasasti ini bukan bahasa Sunda Kuno, tetapi bahasa Melayu Kuno.

  • Situs Karangkamulyan

Situs ini terletak di Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat serta menjadi peninggalan dari Kerajaan Galuh yaitu kerajaan yang menurunkan Pajajaran. Umumnya benda-benda yang ada di dalam situs ini berupa batu-batu yang disusun di area sekitar 25 Ha.

  • Prasasti Cikapundang

Awal mulanya, nama prasasti ini diambil dari lokasi penemuannya, yaitu di sekitar sungai Cikapundang oleh warga sekitar pada tanggal 8 Oktober 2010. Tulisan yang digunakan pada prasasti ini adalah huruf Sunda Kuno. Selain berisi tulisan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-14, sebab terdapat gambar telapak tangan, wajah dan kaki.

  • Prasasti Ulubelu

Prasasti Ulubelu ini ditemukan bukan di kawasan Jawa Barat, tetapi ditemukan di daerah Lampung. Lampung pada masa Kerajaan Pajajaran masih termasuk dalam kekuasannya. Tetapi setelah dikuasai oleh Kerajaan Banten, Lampung tetap menjadi kekuasaan Banten.

  • Prsasati Perjanjian Portugis

Tidak jauh dengan namanya, prasasti ini berisikan tentang perjanjian antara Kerajaan Sunda dengan Portugis. Pada saat itu Portugis sudah berada di daerah Malaka di ujung pulau Sumatera untuk melakukan penjajahan di daerah Aceh.

Oleh sebab itu, utusan dari Portugis ini tidak datang dari negara Portugis, tetapi dari Malaka, utusannya tersebut bernama Enrique Leme. Prasasti ini ditemukan sekitar pada tahun 1918 saat ada penggalian di Jakarta.

  • Prasasti Pasir Datar

Prasasti ini masih belum dapat diartikan hingga saat sekarang ini dan disimpan di Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini ditemukan di Pasir Datar, Cisande, Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 1872.

  • Prasasti Huludayeuh

Perkampungan Huludayeuh, Cikalahang, Kecamatan Sumber merupakan lokasi ditemukannya prasasti ini, serta nama yang digunakan berdasarkan tempat penemuannya. Sekitar pada tahun 1991 prasasti ini diteliti oleh ahli arkeolog, meskipun masyarakat sekitar sudah mengetahui keberadaannya sejak lama di tengah persawahan.


Mungkin hanya itu saja informasi yang dapat saya berikan tentang sejarah Kerajaan Pajajaran. Semoga dengan keterangan ini dapat membantu dan menambah pengetahuan sobat semua.

Jika terdapat informasi yang masih kurang jelas atau kurang lengkap, mohon di maklumi ya sobat sebab itu datangnya dari keterbatasan ilmu yang saya miliki. Cukup sekian dan salam dari penulis.

Killua Ibrahim
Killua Ibrahim

“Untuk menjadi seorang yang ahli, kau harus belajar lebih.”