SIPINTAR.NET – Mungkin banyak masyarakat Jawa yang sudah mengenal istilah Tembang. Tembang merupakan sebuah seni yang berasal dari tanah Jawa dan Bali. Ada banyak jenis tembang yang tersebar di daerah tersebut, salah satunya tembang macapat.
Tembang jenis ini pertama kali dikenalkan pada zaman Walisongo menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Sebagai salah satu metode dakwah Walisongo, dan terbukti diterima baik oleh masyarakat Jawa pada saat itu hingga sekarang.
Nah berikut ini akan kita bahas beberapa hal yang berkaitan dengan tembang macapat. Yuk Simak!
Pengertian Tembang Macapat
Secara umum, macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat) maksudnya yaitu cara membacanya yang tiap empat suku kata.
Bukan hanya itu, seperti kata pat yang mengarah pada jumlah tanda diatris (sandhangan) dalam aksara jawa yang relevan pada penembangan macapat.
Dan ada lagi yang menafsirkan kata macapat sebagai kata yang berasal dari kata macapat lagu yang artinya melagukan nada keempat.
Sejarah Tembang Macapat
Macapat diprediksi muncul pada akhir masa Kerajaan Majapahit dan awal mulanya pengaruh dari Walisongo. Dapat dikatakan ini untuk khusus di Jawa tengah, karena di Jawa timur dan Bali macapat sebelumnya sudah dikenal, dan bahkan sebelum datangnya agama islam.
Contohnya, teks dari Bali atau Jawa timur dengan judul Kidung Ranggalawe yang telah selesai ditulis sekitar tahun 1334 Masehi.
Di sisi lain tarikh ini disangsikan sebab karya ini hanya dikenal dengan lebih mutakhir dan dari semua naskahnya yang mengandung teks yang berasal dari Bali.
Terkait dengan usia macapat, ada dua pendapat yang berbeda terutama yang berhubungan dengan Kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno.
Prijohoetomo berpendapat macapat merupakan turunan dari Kakawin dengan tembang Gedhe (besar) sebagai perantaranya.
Sedangkan menurut Poerbatjaraka dan Zoetmulder, macapat ini sebagai metrum puisi asli dari Jawa yang lebih tua usianya dibandingkan Kakawin. Maka dari itu macapat baru muncul setelah pengaruh dari India semakin memudar.
Struktur Tembang Macapat
Pada umumnya tembang macapat sudah pecah dengan memuat keunikan dan karakter masing-masing, dan juga didalam penulisannya juga mempunyai aturan khusus dalam membuatnya.
Berikut ini merupakan struktur yang harus ada dalam tambang macapat yang harus kamu ketahui.
Guru Gatra yaitu banyaknya jumlah larik atau baris dalam satu bait. Guru Lagu yaitu persamaan bunyi sajak pada akhir kata di setiap larik atau baris. Guru Wilangan yaitu banyaknya jumlah wanda atau suku kata dalam setiap larik (baris).
Jenis Jenis Tembang Macapat
#1. Tembang Pocung
Kata pocung berasal dari kata ‘pocong’ yang memberikan gambaran saat seseorang sudah meninggal yang dikafani sebelum dikuburkan. Filosofi tembang pocung ini menunjukkan mengenai sebuah ritual ketika melepaskan kepergian seseorang.
Dari sudut pandang lain ada yang mengartikan pucung merupakan biji kepayang (pengium edule). Dalam Serat Purwaukara, pucung mempunyai arti “kudhuping gegodhongan” (kuncup dedaunan) yang biasanya terlihat segar.
Ucapan cung pada kata pucung cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat lucu, yang bisa menimbulkan kesegaran, contohnya kucung dan kacung.
Biasanya tembang pucung dipakai untuk menceritakan sebuah lelucon dan berbagai nasehat. Pucung menceritakan terkait kebebasan dan tindakan sesuka hati, sehingga pucung mempunyai watak atau umum digunakan dalam suasana santai.
Contoh Tembang Pocung “12i, 6a, 8i, 8o”
Ngelmu iku kelakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budya pengekesing dur angkara.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang pucung.
- 1. Guru Gatra = 4
Artinya Tembang Pocung ini memiliki 4 larik kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 12, 6, 8, 12
Maksudnya setiap kalimat harus mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 12 suku kata.
- 3. Guru Lagu = u, a, i, a
Maksudnya adalah akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.
Berikut ini adalah contoh tembang pucung.
- Ngelmu iku kelakone kanthi laku -> u
- Lekase lawan kas -> a
- Tegese kas nyantosani -> i
- Setya budya pengekesing dur angkara -> a
#2. Tembang Maskumambang
Tembang Maskumambang menggambarkan sebuah filosofi terkait hidup manusia dari awal manusia diciptakan.
Dari sudut pandang lain Maskumambang berasal dari kata “mas” dan “kumambang. Asal kata ‘mas’ yaitu dari kata Premas dan berarti Punggawa dalam upacara Shaministis.
Sedangkan ‘kumambang’ berasal dari kata kambang dengan sisipan kum. Kambang berasal dari kata ambang yang artinya terapung. Kambang juga bisa diartikan Kamwang yang berarti kembang.
Dalam Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya yang artinya ikan air tawar, sehingga kadang diisyaratkan sebagai lukisan atau ikan berenang.
Watak Maskumambang yakni memiliki gambaran perasaan sedih atau kedukaan, dan suasana hati yang dalam keadaan nelangsa.
Contoh Tembang Maskumambang “12i, 6a, 8i, 8o”
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi
Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang.
Tembang Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup seseorang yang tidak mematuhi nasehat orang tua, maka dia akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang maskumambang.
- 1. Guru Gatra = 4
Artinya tembang maskumambang ini memiliki 4 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 12, 6, 8, 8
Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.
- 3. Guru Lagu = i, a, i, o
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, i, o.
#3. Tembang Megatruh
Kata Megatruh berasal dari kata ‘megat’ dan ‘roh’, yang berarti putusnya roh atau sudah terlepasnya roh dari tubuh. Filosofi yang terkandung dalam Megatruh yaitu mengenai perjalanan kehidupan manusia yang sudah selesai di dunia.
Dari sudut pandang lain Megatruh berasal dari pegat, ruh, dan awalan -am. Dalam serat Purwaukara, Megatruh mempunyai arti mbucal kan sarwa ala atau membuang apa-apa yang sifatnya jelek.
Kata pegat ada kaitannya dengan peget yang berarti istana atau tempat tinggal. Pameget atau pemegat yang berarti jabatan. Samgat atau samget yang berarti jabatan ahli atau guru agama.
Bisa disimpulkan bahwa Megatruh memiliki arti yakni petugas yang ahli dalam kerohanian dan selalu menghindari perbuatan jahat.
Watak tembang Megatruh yakni tentang kesedihan dan kedukaan. Biasanya menggambarkan mengenai kehilangan harapan dan juga rasa putus asa.
Contoh Tembang Megatruh “12i, 6a, 8i, 8o”
Kabeh iku mung manungsa kang pinujul
Marga duwe lahir batin
Jroning urip iku mau
Isi ati klawan budi
Iku pirantine ewong.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Megatruh .
- 1. Guru Gatra = 5
Tembang Megatruh ini memiliki 5 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 12, 8, 8, 8, 8
Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata.
- 3. Guru Lagu = u, i, u, i, o
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, u, i, o.
#4. Tembang Gambuh
Kata Gambuh mempunyai arti menyambungkan. Filosofi dari tembang Gambuh ini menceritakan tentang perjalanan hidup dari seseorang yang sudah bertemu dengan pasangan hidupnya yang cocok.
Kedua pasangan tersebut dipertemukan untuk menjalin ikatan yang sakral yaitu pernikahan. Sehingga keduanya akan mempunyai kehidupan yang langgeng.
Dari sudut pandang lain Gambuh diartikan sebagai roggeng tahu, terbiasa, dan nama tumbuhan. Berkaitan dengan ini, tembang Gambuh mempunyai watak dengan suasana yang sudah pasti dan tidak ragu-ragu, artinya kesiapan pergerakan maju ke medan yang sesungguhnya.
Contoh Tembang Gambuh “12i, 6a, 8i, 8o”
Lan sembah sungkem ipun
Mring Hyang Sukma elinga sireku
Apan titah sadaya amung sadermi
Tan welangsira andhaku
Kabeh kagungan Hyang Manon.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Gambuh .
- 1. Guru Gatra = 5
Tembang Gambuh memiliki 5 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 7, 10, 12, 8, 8
Kalimat pertama berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata.
- 3. Guru Lagu = u, u, i, u, o
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, u, i, u, o.
#5. Tembang Mijil
Tembang Mijil mempunyai filosofi yang melambangkan sebuah biji atau benih yang lahir di dunia. Mijil merupakan lambang dari awal mula perjalanan seorang anak manusia di dunia, dia begitu suci dan lemah sehingga harus mendapatkan perlindungan.
Dari sudut pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu wijil juga mempunyai arti sama dengan lawang atau pintu. Lawang juga diartikan nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang wangi bunganya.
Watak tembang Mijil yaitu menceritakan keterbukaan yang cocok untuk memberikan nasehat, cerita-cerita dan juga asmara.
Contoh Tembang Mijil ’10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o’
Dedalanne guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun.
Tembang Mijil di atas menceritakan mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang baik, rendah hati, dan juga ramah.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Mijil .
- 1. Guru Gatra = 6
Tembang Mijil memiliki 6 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6
Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke enam 6 suku kata.
- 3. Guru Lagu = i, o, e, i, i, o
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, o, e, i, i, o.
#6. Tembang Kinanthi
Kinanthi berasal dari kata ‘kanthi’ yang artinya menggandeng atau menuntun. Tembang Kinanthi mempunyai filosofi hidup yang menceritakan kehidupan seorang anak yang masih membutuhkan tuntunan supaya bisa berjalan dengan baik di dunia ini.
Seorang anak bukan hanya membutuhkan tuntutan agar bisa belajar berjalan, tetapi tuntunan secara penuh. Tuntunan ini meliputi tuntunan dalam berbagai macam norma dan adat yang berlaku supaya bisa dipatuhi dan dijalankan dengan baik.
Watak tembang Kinathi yakni menceritakan perasaan senang, nasehat, teladan yang baik, dan kasih sayang. Tembang Kinanthi digunakan untuk menceritakan sebuah kisah yang berisi nasehat baik dan kasih sayang.
Contoh Tembang Kinanthi ‘8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i’
Kukusing dupa kumelun
Ngeningken tyas kang apekik
Kawengku sagung jajahan
Nanging saget angikipi
Sang resi kaneka putra
Kang anjog saking wiyati.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Kinanthi .
- 1. Guru Gatra = 6
Tembang Kinanthi memiliki 6 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8,
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke enam 8 suku kata.
- 3. Guru Lagu = u, i, a, i, a, i
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, a, i, a, i.
#7. Tembang Asmarandana
Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang artinya cinta kasih. Filosofi tembang Asmarandana yaitu tentang perjalanan hidup manusia yang sudah semestinya untuk memadu cinta dengan pasangan hidup.
Dari sudut pandang lain Asmaradana berasal dari asmara dan dhana. Asmara yang berarti nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang memiliki arti api.
Asmaradana berkaitan dengan kejadian hangusnya dewa Asmara dikarenakan oleh sorot mata ketiga dewa Siwa seperti yang tertulis dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja.
Dalam Serat Purwaukara Smaradhana memiliki arti remen ing paweweh, yang berarti suka memberi. Watak Asmarandana yakni menggambarkan cinta kasih, asmara dan rasa pilu atau sedih.
Contoh Tembang Asmarandana ‘8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a’
Lumrah tumrap wong ngaurip
Dumunung sadhengah papan
Tan ngrasa cukup butuhe
Ngenteni rejeki tiba
Lamun tanpa makarya
Sengara bisa kepthuk
Kang mangkono bundhelana.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Asmarandana .
- 1. Guru Gatra = 7
Tembang Asmarandana memiliki 7 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8 suku kata.
- 3. Guru Lagu = i, a, e, a, a, u, a
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, a, a, u, a.
#8. Tembang Durma
Durma mempunyai arti pemberian. Tembang Durma memuat filosofi mengenai kehidupan yang suatu saat bisa mengalami duka, selisih dan kekurangan sesuatu.
Tembang Durma mengajarkan supaya dalam hidup ini manusia bisa saling memberi dan melengkapi satu sama lain.
Saling tolong menolong kepada siapa pun dengan hati yang ikhlas merupakan nilai kehidupan yang harus dijaga.
Dari sudut pandang lain Durma berasal dari Bahasa Jawa klasik yang mempunyai arti harimau. Dengan begitu Durma mempunyai watak suasana seram. Dapat dikatakan bahwa tembang Durma juga seperti lagu yang dipakai saat akan maju perang.
Dapat disimpulkan bahwa tembang Durma memiliki watak yang keras, tegas, dan penuh amarah yang bergejolak.
Contoh Tembang Durma ’12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i’
Ayo kanca gugur gunung bebarengan
Aja ana kang mangkir
Amrih kasembadan
Tujuan pembangunan
Pager apik dalan resik
Latar gumelar
Wisma asri kaeksi.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Durma .
- 1. Guru Gatra = 7
Tembang Durma memiliki 7 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7
Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
- 3. Guru Lagu = a, i, a, a, i, a, i
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, a, i, a, i.
#9. Tembang Pangkur
Pangkur merupakan serapan dari kata ‘mungkur’ yang berarti pergi atau meninggalkan. Tembang Pangkur mempunyai filosofi yang menceritakan kehidupan yang seharusnya bisa menjauhi berbagai macam hawa nafsu dan angkara murka.
Ketika mendapati sesuatu yang buruk seharusnya pergi menjauhi dan meninggalkan hal buruk tersebut. Tembang Pangkur menggambarkan mengenai seseorang yang sudah siap meninggalkan semua hal yang bersifat keduniawian dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dari sudut pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan kependetaan seperti yang tercantum dalam piagam bahasa Jawa kuno.
Dalam Serat Purwaukara, Pangkur berarti buntut atau ekor. Maka dari itu Pangkur sering diberi isyarat tut pungkur yang berarti mengekor, tut wuri dan juga tut wuntat yang berarti mengikuti.
Watak tembang Pangkur menceritakan karakter yang kuat, gagah, perkasa dan hati yang besar. Tembang Pangkur cocok dipakai untuk menceritakan kisah kepahlawanan, perjuangan, dan peperangan.
Contoh Tembang Pangkur ‘8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i’
Muwah ing sabarang karya
Ingprakara gedhe kalawan cilik
Papat iku datan kantun
Kanggo sadina-dina
Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun
Kabeh kang padha ambegan
Papat iku nora lali.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Pangkur .
- 1. Guru Gatra = 7
Tembang Pangkur memiliki 7 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 8, 11, 8, 7, 8, 5, 7
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.
- 3. Guru Lagu = a, i, u, a, i, a, i
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.
#10. Tembang Sinom
Kata Sinom mempunyai arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Filosofi tembang Sinom menceritakan seorang manusia yang sudah mulai beranjak dewasa dan sudah menjadi pemuda yang mulai tumbuh.
Ketika menjadi remaja, tugas mereka yaitu menuntut ilmu sebaik mungkin dan setinggi-tingginya supaya bisa menjadi bekal kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Dari sudut pandang lain Sinom ada kaitannya dengan kata sinoman, yang berarti perkumpulan para pemuda untuk membantu orang lain yang sedang mempunyai hajat.
Di dalam Serat Purwaukara, Sinom berarti seskaring rambut yang mempunyai arti anak rambut.
Contoh Tembang Sinom ‘8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a’
Punika serat kawula
Katura sira wong kuning
Sapisan salam pandonga
Kapindo takon pawarti
Jare sirarsa laki
Ingsun mung sewu jumurung
Amung ta wekasi wang
Gelang alit mungging driji
Lamun sida aja lali kalih kula.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Sinom .
- 1. Guru Gatra = 9
Tembang Sinom memiliki 9 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12
Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 7 suku kata.
Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.
- 3. Guru Lagu = a, i, a, i, i, u, a, i, a
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, i, i, u, a, i, a.
#11. Tembang Dhandhanggula
Dhandhanggula berasal dari kata ‘dandang’ dan ‘gula’ yang artinya sesuatu yang manis. Filosofi tembang Dhandhanggula menceritakan mengenai kehidupan pasangan baru yang bahagia karena berhasil mendapatkan apa yang dicita-citakan.
Dari sudut pandang lain Dhandhanggula diambil dari raja Kediri yakni Prabu Dhandhanggendis. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula juga berarti ngajeng-ajeng kasaean yang mempunyai arti menanti-nantikan kebaikan.
Watak tembang Dhandhanggula yakni menceritakan sifat yang lebih universal atau luwes dan masuk ke dalam hati. Tembang Dhandhanggula biasa digunakan untuk menuturkan kisah dalam berbagai macam hal dan kondisi apa pun.
Contoh Tembang Dhandanggula ’10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a – 12i – 7a’
Sinengkuyung sagunging prawali
Janma tuhu sekti mandra guna
Wali sanga nggih arane
Dhihin Syeh Magrib tuhu
Sunan ngampel kang kaping kalih
Tri sunan bonang ika
Sunan giri catur
Syarifudin sunan drajat
Anglenggahi urutan gangsal sayekti
Iku ta warnanira.
Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Dhandhanggula .
- 1. Guru Gatra = 10
Tembang Dhandhanggula memiliki 10 larik atau baris kalimat.
- 2. Guru Wilangan = 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7
Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 9 suku kata.
Kalimat ke enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke sepuluh berjumlah 7 suku kata.
- 3. Guru Lagu = i, a, e, u, i, a, u, a, i, a
Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, u, i, a, u, a, i, a.
Akhir Kata
Tembang macapat merupakan jenis tembang yang terkenal di kalangan masyarakat Jawa. Tembang ini mulai dikenal pada saat Walisongo menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.
Demikian penjelasan kami mengenai tembang macapat, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua seputar keunikan yang ada di Indonesia.